14.5.10

Bayang-bayang karya arsitektur


bayang-bayang bukanlah layang-layang yang asyik untuk dimainkan, apalagi dayang-dayang. Bayang-bayang bukan berawal dari kata bayang melainkan kata lain dari bayangan. Mengambil kata bayang-bayang agar terkesan makna jamak bukan tunggal, karena efek yang ditimbulkan disini bukan hanya satu.

Uneg-uneg kali ini difigurakan dengan kalimat “bayang-bayang karya arsitektur” dikarenakan makna dari bayangan itu sendiri yang selalu mengikuti sebuah objek ketika objek itu terkena sinar/cahaya. Terang/gelapnya selalu mengikuti objek, semakin terang pencahayaan yang diberikan ke objek tersebut maka semakin gelap pula bayangan yang dihasilkan.

Pengertian yang berhubungan dengan lingkup arsitektur, berasal dari membayangkan sebuah karya, mengeksplore, mencorat-coret, mengkreasi, merubah, memperbaharui, meyakinkan, hingga meng’ada’kan. Bayang-bayang karya arsitektur disini terletak setelah karya tersebut menjadi ada. Sering disebut sebagai evaluasi pasca huni. Dari pada mengevaluasi mendingan menilik kembali sebelum meng’ada’kan. Kata bu dokter lebih baik mencegah daripada mengobati….

Untuk lebih jelas memahami makna dari bayang-bayang arsitektur, ada sedikit contoh kasus yang bisa dibahas kali ini.

Ketika berkeliling di lingkungan monumen nasional (beberapa kali), sekedar melihat-lihat dan ikut merasakan sebuah karya monumental. mengaguminya, begitu berwibawanya Indonesia saat itu, bersamaan dengan perancangan masjid istiqlal dan stadion gelora bung karno (tetap bung karno dari pada senayan). Seakan ingin menunjukan bahwa Indonesia itu ada dimata dunia tidak kalah dengan negara lain (dari segi pembangunan bukan yang lainya).… tapi sekarang… hmmm. Hanya bisa tersenyum dari nostalgia indonesia jaman dulu.

Monas salah satu taman terbaik dinegeri ini, dikatakan berhasil dan memberikan efek yang baik untuk lingkungan dan masyarakatnya. Sebagai public space, ruang terbuka hijau dengan penataan landscape memukau, permainan lighting yang membuat orang terkagum-kagum

Dari sekian banyak nilai plus yang sudah direncanakan ada beberapa hal yang sedikit kurang menyempurnakan untuk sebuah perancangan arsitektur, dilihat dari segi perkembangan perilaku masyarakat yang menggunakan monas sebagai ungkapan tak ‘menghargai’ monas sebagai salah satu contoh yang fatal, masyarakat justru menggunakan monas sebagai tempat untuk berpacaran, di luar kendali perencana arsitek. Tiap hari, tiap malam, tiap sudut , tiap keadaan remang, tiap tak ada patroli, sebagian masyarakat kita sudah menjadikan ajang mesum tak mengenal tempat dimanapun itu, budaya barat kini mulai merasuki ketimuran kita, merusak mindset beberapa pemuda, merusak mental pemuda, kini dosa mulai diumbar......

Bukan bermaksud menjelek-jelekan yang jelek, mencampuri yang lain. Tapi sebagai salah satu yang bergerak di bidang arsitektur merasa ketika merancang sebuah karya arsitektur agar tidak menghasilkan bayang-bayang arsitektur. Bayangkan ketika membuat sebuah karya, dan kemudian karya itu disalahgunakan, begitu sakitnya sang perencana.....(itu baru dari segi perasaan), tapi ketika berbicara tentang sebuah tanggung jawab akan karyanya untuk masyarakat, sungguh ironis... di satu pihak memberikan kesejukan berupa hal-hal yang baik dalam sebuah karya, di pihak lain ternyata masih ada panas yang membuat gerah bahkan hingga geram. Kembali membayangkan jika sebuah karya bisa menghasilkan sebuah dosa..... dimana peran arsitek di lumuran dosa tersebut....

Bisakah membayangkan karya arsitektur tanpa bayang-bayang karya arsitektur....? Biarkan bayang-bayang arsitektur dibayangi umur arsitektur.

Tidak ada komentar: